Obstruction
of Justice Menurut Hukum Pidana di
Indonesia
Obstruction of Justice merupakan suatu tindakan
sengaja untuk menghalang-halangi atau mencegah, merintangi atau menggagalkan
terhadap tersangka, terdakwa, dan saksi pada suatu proses hukum.[1]
Istilah obstruction of justice merupakan
terminologi hukum yang berasal dari sistem hukum Anglo Saxon.[2]
Menurut Legal Dictionary sebagaimana
yang dikutip oleh Muh Sutri Mansyah dan La Ode Bunga Ali, “an
attempt to interfere with the administration of the courts, the judicial system
or law enforcement officers, including threatening witnesses, improper
conversations with jurors, hiding evidence, or interfering with an arrest. Such
activity is a crime”.[3]
Apabila diterjemahkan secara bebas ke dalam Bahasa Indonesia, yaitu upaya untuk
mengganggu administrasi pengadilan, sistem peradilan atau aparat penegak hukum,
termasuk mengancam saksi, percakapan yang tidak pantas dengan juri,
menyembunyikan bukti, atau mengganggu penangkapan. Kegiatan seperti itu adalah
kejahatan.
Menurut
Fadli dalam Difia Setyo Mayrachelia dan Irma Cahyaningtyas, Obstruction of Justice dikelompokkan
dalam 3 (tiga) bentuk perbuatan, antara lain:
1.
Tindakan dengan
sengaja mencegah, pelaku tindak pidana pencegahan melakukan perbuatan tertentu
supaya penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan tidak bisa dilakukan
sebagaimana ketentuan dalam undang- undang;
2.
Perbuatan dengan
sengaja merintangi, pelaku tindak pidana sudah melakukan tindakan-tindakan
tertentu agar penyidikan, penuntutan serta pemeriksaan sidang di pengadilan
yang telah berlangsung terhambat untuk dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang - undangan;
3.
Tindakan dengan
sengaja menggagalkan, pelaku sudah melakukan perbuatan tertentu agar penyidikan,
penuntutan, serta pemeriksaan dalam persidangan terhalang untuk dilaksanakan
sebagaimana yang diatur oleh undang – undang.[4]
Di
Indonesia, secara umum Obstruction of
Justice diatur dalam Pasal 221 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(selanjutnya disebut KUHP), yang menyatakan;
(1) Diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga
ratus ribu rupiah:
Ke-1. barang siapa dengan sengaja menyembunyikan
orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan; atau
barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau
penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang
menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu
diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
Ke-2. barangsiapa yang setelah dilakukan suatu
kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya atau untuk menghalang-halangi
atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan,
menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan nama kejahatan dilakukan,
atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang
dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, maupun oleh orang lain, yang
menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu
diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Sedangkan, secara
khusus juga terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai obstruction of justice, yaitu yang diatur
pada; Pasal 22 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Pasal 138
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana telah diubah
pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja; dan Pasal 102
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
Dalam perumusan mengenai
tindak pidana, Simons merumuskan mengenai tindak pidana yaitu, “Een Strafbaar gestelde onrechmatige (wederrechtelijke),
met schuld in verband staade handeling vaneen toerekeningsvatbaar person”.[5]
Atas pendapat tersebut, Satochid Kertanegara membagi unsur-unsur tindak pidana,
antara lain: Tindakan yang dapat dihukum; Tindakan yang dilakukan bertentangan
dengan hukum; Tindakan dengan kesalahan yang berhubungan dengan; Tindakan yang
dilakukan oleh orang yang dapat dihukum (toerekeningsvatbaar).[6]
Pada intinya, tindakan Obstruction of Justice terhadap suatu
proses hukum merupakan tindakan kriminal atau tindakan yang tidak dibenarkan
menurut hukum karena tindakan tersebut dapat untuk menghambat berjalannya
proses hukum terhadap suatu perkara. Sehingga, tindakan obstruction of justice dikategorikan sebagai tindak pidana, yang
artinya yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan
karena terdapat ancaman berupa diberikannya sanksi pidana bagi pelaku yang
melakukan.
Daftar Pustaka
Isra, Saldi, ‘Obstruction Of Justice:
Tindak Pidana Menghalangi Proses Hukum Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi’, Perpustakaan
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2015, p. 174
<https://perpustakaan.kpk.go.id/index.php?p=show_detail&id=9283&keywords=>
[accessed 6 September 2022]
Junianto, Johan Dwi, ‘Obstruction of Justice Dalam Pasal 21
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi’, Media
Iuris, 2.3 (2019), 335 <https://doi.org/10.20473/mi.v2i3.15208>
Mansyah, Muh Sutri, and La Ode Bunga Ali, ‘Menghilangkan Alat
Bukti Oleh Penyidik Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Obstruction Of
Justice’, Ekspose: Jurnal Penelitian Hukum Dan Pendidikan, 18.2 (2020),
877–84 <https://doi.org/10.30863/ekspose.v18i2.487>
Mayrachelia, Difia Setyo, and Irma Cahyaningtyas,
‘Karakteristik Perbuatan Advokat Yang Termasuk Tindak Pidana Obstruction of
Justice Berdasarkan Ketentuan Pidana’, Pembangunan Hukum Indonesia, 4.1
(2022), 121–32
[1]
Saldi Isra, ‘Obstruction Of Justice: Tindak Pidana Menghalangi Proses
Hukum Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi’, Perpustakaan
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2015, p. 174 <https://perpustakaan.kpk.go.id/index.php?p=show_detail&id=9283&keywords=>
[accessed 6 September 2022].
[2] Muh Sutri Mansyah and La Ode Bunga Ali, ‘Menghilangkan Alat Bukti Oleh
Penyidik Tindak Pidana Korupsi Sebagai Upaya Obstruction Of Justice’, Ekspose: Jurnal Penelitian Hukum Dan
Pendidikan, 18.2 (2020), 877–84
<https://doi.org/10.30863/ekspose.v18i2.487>.
[3] Mansyah and Ali.
[4] Difia Setyo Mayrachelia and Irma Cahyaningtyas, ‘Karakteristik Perbuatan
Advokat Yang Termasuk Tindak Pidana Obstruction of Justice Berdasarkan
Ketentuan Pidana’, Pembangunan Hukum
Indonesia, 4.1 (2022), 121–32.
[5] Johan Dwi Junianto, ‘Obstruction of Justice Dalam Pasal 21 Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi’, Media Iuris, 2.3 (2019), 335
<https://doi.org/10.20473/mi.v2i3.15208>.
[6] Junianto.
0 Komentar