Hak Hadhanah Bagi Istri yang
Murtad Pasca Perceraian
Disusun
oleh: M. Lutfi Rizal Farid, S.H.
“Pemeliharaan anak atau hadhonah adalah kegiatan
mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri
sendiri”.
Menurut Arif
Syarifuddin dalam Arifin Abdullah dan Siti Nursyafiqah, terdapat syarat-syarat
bagi orang yang hendak melaksanakan pemeliharan anak atau menjadi hadhin, baik laki-laki maupun perempuan
ditetapkan syarat-syarat, salah satunya yaitu; beragama islam. Orang kafir
tidak berhak mengurus hadhanah anak orang islam karena orang kafir tidak punya
kuasa atas orang muslim. Karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan
yang akan mengarahkan agama anak yang diasuh. Apabila diasuh oleh orang bukan
Islam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya.[1]
Lantas,
bagaimana konsekuensi hukum apabila terdapat syarat harus beragama muslim untuk
melaksanakan hak hadhanah bagi Istri yang murtad pasca perceraian?. Pada Pasal
105 KHI terdapat syarat-syarat hadhanah setelah terjadinya perceraian, yang
berbunyi;
“Dalam
hal terjadinya perceraian:
a. Pemeliharaan anak yang belum
mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
b. Pemeliharaan anak yang sudah
mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai
pemegang hak pemeliharaannya;
c. Biaya pemeliharaan ditanggung
oleh ayahnya”.
Pasal tersebut
menekankan bahwa anak yang belum berumur 12 tahun adalah hak seorang Ibu untuk
melakukan hadhanah dan setelah berumur 12 tahun, anak berhak untuk memilih Ayah
atau Ibunya terkait dengan hak hadhanah. Lebih lanjut, ketentuan untuk
memindahkan hak hadhanah diatur pada Pasal 156 huruf c KHI, yang berbunyi;
c. Apabila pemegang hadhanah
ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun
biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat
lain yang mempunyai hak hadhanah pula.
Keselamatan jasmani
dan rohani yang dimaksud adalah untuk menjamin kesejahteraan dan rohani seorang
anak yang belum berumur 12 tahun.
Putusan
Pengadilan Agama Parigi Nomor: 0117/Pdt.G/2016/PA.Prgi tertanggal 16 Agustus
2016 jo. Putusan Pengadilan Tinggi
Agama Palu Nomor: 0020/Pdt.G/2016/PTA.PAL tertanggal 31 Oktober 2016 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor
96 K/Ag/2017 tertanggal 28 Februari 2017. Putusan kasasi Mahkamah Agung dalam
pertimbangannya menegaskan,
“Bahwa anak terperkara masih berusia 2 (dua) tahun
lebih, sehingga membutuhkan pemeliharaan dan kasih sayang Ibu kandungnya.
Namun, oleh karena Ibu kandungnya terbukti telah kembali ke agamanya sebelum
memeluk Islam (murtad), maka untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anak
terutama dalam hal pembentukan karakter dan akidah ke depan, hak hadhanah Ibu
kandungnya perlu dibatasi hanya sampai anak tersebut berusia 7 tahun, dan
selanjutnya hak hadhanah anak tersebut ditetapkan di tangan ayah kandungnya
tanpa membatasi hak Ibu kandungnya untuk bertemu dan mencurahkan kasih sayang
kepada anaknya”.[2]
Pada intinya, Istri yang murtad pasca perceraian masih diperbolehkan untuk memperoleh hak hadhanah anak sebelum berumur 12 (dua belas) tahun sebagaimana dalam Pasal 105 KHI. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh pemeliharaan dan kasih sayang Ibu Kandungnya, sedangkan untuk kesejahteraan anak terutama karakter dan akidah anak, maka diserahkan kepada Ayahnya untuk memperoleh karakter dan akidah Islam kepada anak. Oleh karena itu, setelah berumur 7 (tujuh) tahun, hak hadhanah yang semula berada pada Ibunya, beralih kepada ayahnya. Namun, pengalihan kepada hak hadhanah kepada ayah tidak menutup kemungkinan untuk seorang Ibu bertemu dengan anaknya.
#hukum #kompilasihukumislam #hakhadhanah #perkawinan #perceraian #pemeliharaananak
[1] Arifin
Abdullah and Siti Nursyafiqah Binti Ismail, “Faktor-Faktor Gugurnya Hak
Hadhanah Kepada Ibu,” Jurnal Hukum
Keluarga 1, no. 1 (2018): 75–91.
[2] Nor
Hasanuddin, “Hak Asuh Anak Pada Istri Murtad Pasca Terjadinya Perceraian,” Pengadilan Agama Tenggarong, last
modified 2021, accessed June 2, 2022,
https://pa-tenggarong.go.id/artikel/732-hak-asuh-anak-pada-istri-murtad-pasca-terjadinya-perceraian-mengenal-putusan-nomor-0117-pdt-g-2016-pa-prgi-dalam-500-kata-oleh-nor-hasanuddin-lc-m-a-4-1-2021.
0 Komentar